Bolehkah Aku Menetap Saja?


Seperti langit: ia jauh dan tidak bisa dijangkau. Tapi, melihatmu saja sudah cukup, cukup bersyukur untuk terlihat aku baik-baik saja. 

Hari ini, aku senang sekali karena tengah menemukan salah satu cara untuk menjangkaumu. Meski luka yang kurangkai belum sempurna, meski masih banyak kata-kata rumpang yang semoga bisa kau maklumi. Tapi, setidaknya ia sampai kepadamu, dan tentunya bisa kau genggam. 

Ohya, menurutmu apakah semua orang baik-baik saja di hadapan kehilangan, atau sebenarnya mereka tidak peduli?
Entahlah.. bagiku jika yang dibutuhkan dari perjalanan adalah pulang, aku ingin menetap saja, hanya menetap. Sebab perjalanan yang kutempuh dan pulang yang akan menjadi tujuan, sudah kutemukan. Bagaimana mungkin aku menempuh perjalanan yang sia-sia.

Seperti sedang mengulang perjalanan, yang meski sudah lama, tetap saja mengingatnya. Bedanya hanya terletak pada perasaan dan harapan. Tidak lagi berharap akan menemukan. Semuanya sudah asing dan pada perjalanan kali ini, semoga tidak benar-benar sendirian. 

Mengingat beberapa kejadian di masa silam, tandanya saya masih harus belajar. Belajar untuk kuat dan tetap waras. Meskipun sudah diupayakan optimal, sudah diikhtiarkan maksimal, sudah berdoa kencang setiap malam. Yang terbayangkan dia, yang sangat diharapkan dia, yang hadir di depan mata sosok yang berbeda. 

Begitulah takdir.

Yang perlu dipahami tentang doa dan takdir adalah kita berikhtiar dengan 1001 jalan, lalu terkadang Allah menjawab keinginan kita dan mengabulkannya melalui salah satu dari ribuan jalan itu. 

Yang perlu dipahami tentang doa dan takdir adalah Allah akan selalu mengabulkan doa kita. Seketika, beberapa saat kemudian, atau juga dalam waktu yang lama. Jawaban dari doa itu bisa serupa; sama persis seperti yang kits inginkan, mirip seperti; hampir sama atau sedikit berbeda. 

Yang perlu kita yakini adalah jika takdir dari doa yang kita sebut sangat berbeda, berarti apa yang kita doakan bukan yang terbaik menurut Allah. Menurut Allah kita tak membutuhkannya. Yang kita butuhkan adalah apa yang Allah takdirkan.

Bisa juga takdir itu sebagai bentuk ujian. Masih yakinkah kita dengan kasih sayang dan rahmat Gusti Allah? Apakah takdir yang kita terima semakin mendekatkan kita pada-Nya atau bahkan sebaliknya? 

Terkadang Allah akan menguji dulu seberapa pantas kamu menerima nikmat itu, maka terlebih dulu lewati ujian ini.

Terimakasih, kamu dan kalian.
Kenangan hanya untuk dikenang.
Sekejap hilang, yang tersisa hanya usang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melepaskan, Lalu Kita Mengingatnya Sebagai "PERNAH"

Berbicara Perempuan

Saat Hujan Batu Jatuh, Kita Luka?