Benarkah Lelaki Butuh 1000 Kamus untuk Memahami Perempuan?

Hari ini, Senin Dua puluh Juli Dua ribu dua puluh. Aku diperkenalkan dengan sosok perempuan yang begitu anggun dan penuh kebijaksanaan. Sabar dan tirakatnya melebihi apa yang kulakukan, iya dia adalah Cintya. Perempuan yang lahir di Yogyakarta, 10 Oktober 1996 ini ternyata sefrekuensi dengan diriku. Kami memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama mencintai dunia sosial dan perempuan. Sepanjang perjalanan ngabuburit dan sembari menikmati indahnya senja sore hari ini, dia banyak menceritakan kisah kasihnya selama di suatu tempat. 

Kami berdua sepakat, bahwa anak perempuan itu bahunya harus sekuat baja, hatinya harus setegar batu karang. Sering dibentak ketika mengeluh, selalu dituntut untuk jadi ini dan itu, diminta untuk selalu tersenyum, hingga ia lupa kalau hidup bukan soal orang lain terus. Ah, benar-benar membosankan bukan? Tidak, tidak apa, kita semua hebat! Lelaki tidak bisa berdikari menjadi perempuan, tapi perempuan bisa melakukan apa yang harusnya dikerjakan lelaki.

"Benar memang kalau perempuan memiliki tingkat cerewet lebih banyak dibanding pria. Dalam sehari saja wanita bisa berbicara 20 ribu kata, sedangkan pria hanya 7.000 kata.", jelasku mengawali perbincangan. 
"Apa penyebab utamanya?", penasaraan Cintya. 
"Menurut belajar ilmu biologiku dulu sih, karena protein FOXP2. Sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa tingginya kadar protein FOXP2 di dalam otak manusia", jelasku kembali sambil mencoba mengingat materi pelajaran Biologi Madrasah Aliyahku dulu.

Ternyata memang benar, protein FOXP2 itu merupakan protein bahasa sehingga wanita jadi lebih banyak bicara. Pada manusia, protein itu banyak pada wanita. Peneliti juga menunjukkan kalau perempuan senang mengobrol sejak usia muda. Anak perempuan belajar berbicara lebih awal dan lebih cepat dibanding anak laki-laki. Anak perempuan memiliki kosakata yang lebih banyak dan berbagai jenis kalimat dibandingkan anak laki-laki dalam usia yang sama.

Aku benar-benar takut menemu parang di ujung lidah. Sempat heran, banyak orang di luar sana yang mengatakan bahwa perempuan adalah kitab yang tak mudah dibaca, apalagi ditafsirkan, dia tak cukup hanya dipeluk dengan kasih sayang, tapi juga harus dipeluk dengan kepastian. Benar memang jika perempuan adalah makhluk Tuhan yang sempurna, sama sekali tiada kekurangan, utuh.
"Apa benar demikian?", pertanyaan yang sempat terlintas namung kutetap abai saja.

"Cin, menurutmu, bagaimana cara memahami perempuan?", tanyaku pada doi yang sedari tadi gowes di sepanjang trotoar jalan kenangan tiada henti. Cintya menatapku dengan penuh tawa. "Ada-ada saja kamu, aku ini perempuan. Kamu malah bertanya hal yang sama-sama ingin kita pertanyakan bukan?", jawabnya dengan nada kaget dan tetap santai.
Kutersenyum kecil sambil bergumam dalam hati, "Mengapa tak kutanyakan saja pada ahlinya, tapi siapa?", bingung mencari jawaban.

Setiap perjalanan memang harus dituntaskan, setiap pertanyaan harus dicari jawaban. Sesampai di rumah, langsung kubergegas mengirimkan pesan singkat via whatsapp kepada seseorang yang kuanggap ahlinya. Panggil saja, Abdullah, kakak kandungku yang ketiga. Yang hari ini ditugaskan mengabdikan diri di Ibu Kota. 
"Assalamualaikum, mas.." 
"Waalaikumsalam nduk, bagaimana?" (nduk adalah panggilan kesayangan untuk adik perempuannya yang manja)
"Mas.. Mau sharing perihal perempuan"
"Tumben sekali?"

Sesekali kuterdiam, memikirkan hal apa yang ikin kutanyakan pada orang yang super setia seperti mas. Akhirnya kumulai kirim pesan kembali untuknya.
"Mas, butuh berapa banyak kamus kamu untuk memahami istrimu?", pertanyaanku dengan nada bercanda.
"Kamu sedang sehat dan baik-baik saja bukan, nduk?", jawabnya khawatir.

Masku ini memang manusia yang super peka ketika adiknya sedang berada di fase jenuh hehe. 
"Jawab serius lah mas", tindasku ingin tahu.
"Perempuan itu sempurna, dia rela dijatuhkan sejatuh-jatuhnya pada hati lelaki. Justru kita (para lelaki) ini perlu diedukasi. Perempuan itu nduk, hanya butuh didengar, dipeluk jika marah, dimengerti jika ada salah, dibaikin jangan dikasari, karena ia sebenarnya rapuh, terlalu gengsi dan mudah cemburu.", jelasnya panjang lebar.

Kini aku faham, ternyata memahami perempuan itu seperti awan, kamu tidak akan pernah tahu kapan ia mendung, cerah dan tiba tiba hujan. Perempuan itu umpama buku, ramai manusia mencoba membacanya, tapi sayang sekali tak ramai orang itu dapat memahaminya.

Semoga kita semua mampu menjadi perempuan yang merdeka. Melakukan hal apa saja yang kita ingin tanpa terbelenggu rasa ketidakmampuan, memahami kecarut-marutan perasaannya yang amat lembut.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melepaskan, Lalu Kita Mengingatnya Sebagai "PERNAH"

Berbicara Perempuan

Saat Hujan Batu Jatuh, Kita Luka?