Perempuan dan Waktu
Kamis, 02 Dzulhijjah 1441 H.
Ada banyak cara mencintai, juga banyak bentuk untuk memuliakan rasa cinta pada seseorang tanpa menyudutkan atau merendahkan. Karena mencintai adalah memuliakan cara terbaik. Dan aku, untuk sementara ini, tidak menemukan cara lain mencintaimu yang lebih memuliakan selain melalui "jarak dan doa". "Jangan pernah bosan berjarak dengan waktu, teruslah perpanjang doa-doamu. Tinggi melangit, gapai ridlo Illahi", dawuhnya ibu kepadaku.
Lantang kutanyakan pada ibuku, "Apa yang paling jauh dari harapan?", "Menemukan tanpa merencanakan kehilangan", jawab ibu dengan santai. Maklum, ibu sudah berpengalaman perihal cinta di masa mudanya bersama ayah, hehe. "Lalu, apa yang paling jauh dari rindu bu?", penasaranku kembali hadir. Ibu senyum dan kembali menjawab, "senyumnya selepas temu." "Bu, lalu apa yang paling menakutkan dalam memeluk seseorang?", "air matanya yang akan kau kecewakan."
Aku hanya tertunduk.
Hiruk pikuk kehidupan tak akan pernah usai, ia hanya jeda sejenak melepas lelah. Namun, siapa yang tak pernah kenal lelah ia adalah "waktu" yang terus saja berputar. Hemm, sesekali kuberhenti sejenak, harap waktu ikut berhenti bahkan mengulang. Rupanya, aku bukanlah Sang pemilik "waktu". Kejamnya terkadang tak memberi alarm, kapanpun ia mampu lebih dulu menghentikanku. Baiklah, kupinta pada-Nya, panjangkan "waktu"ku, sadarkan lamunanku, tolong ajari aku menghias waktu, kasih.
Aku pernah patah sepatah-patahnya, juga pernah rapuh serapuh-rapuhnya. Kata banyak orang, sebagian dari hidup memang dipergunakan untuk menghadapi kekecewaan. Mengapa kecewa? Karena berharap. Mengapa berharap? Karena kita manusia. Apakah sebagai manusia kita tidak boleh berharap? Tentu saja boleh bukan? Itu manusiawi. Sesal dan sangat sesak memang jika kita mengharapkan sesuatu hal kepada manusia, namun tiada balasan yang serupa darinya kepada kita.
Kira-kira kita sebagai perempuan harus apa?
Bukankah cinta itu harus dicari dan ditemukan?
Apakah hakikat seorang perempuan itu hanya untuk menunggu?
Diriwayatkan oleh Anas RA, ia berkata “ Telah datang seorang wanita kepada Rasulullah SAw. dan menawarkan diri kepadanya dan berkata ‘Wahai RAsulullah, apakah engkau berhajat kepadaku?’ “Ketika menceritakan hadist diatas anak perempuan dari Anas RA mengatakan “Sungguh sedikit malu perempuan itu dan buruk akhlaknya.” Anas RA menjawab ”Sesungguhnya dia itu lebih mulia dan baik darimu karena dia mencintai Nabi SAW. dan menawarkan dirinya demi kebaikan,” (HR. Al-Bukhari).
Hadist diatas menunjukan bahwa, perempuan juga boleh meminta laki-laki sholeh untuk menikahinya. Akan tetapi yang melakukan lamaran tetaplah dari pihak laki-laki. Hal ini dikarenakan banyak sumber yang menyebutkan bahwa laki-laki lah yang datang untuk melamar seorang wanita.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah:235, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang suaminya telah meninggal dan masih dalam iddah) itu dengan sindiran atau kamu menyembunyika (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu".
Untuk saudaraku, para perempuan disana yang tengah merindu segera bertemu, yang menunggu segera menyatu. Semoga hati yg baik dibahagiakan Allah selalu.
Salam sayang.
Komentar
Posting Komentar