Memilih Berjuang atau Memperjuangkan?
“Apa yang membuat kau menangis malam-malam begini?”, “aku gapapa”, “aku tak yakin bahwa kau benar-benar tidak apa-apa, apa kau ada masalah? Kalau iya, aku mau menjadi pendengar yang baik untukmu”, “aku memang ada masalah tapi aku bisa kok menangani masalahku sendiri“, “walaupun kau bisa menangani masalahmu sendiri tak ada salahnya kau ceritakan sedikit apa masalahmu agar kau sedikit lebih lega”, “baiklah, aku akan ceritakan. Aku hanya sedang jatuh cinta”, “lantas apa yang membuatmu menangis sesegukan malam-malam begini kalau masalahnya hanya jatuh cinta?. Karena sekeras apapun kau memaksa, kau akan tetap berjuang sendirian”. “tapi dia sudah buat aku merana karena jatuh cinta”, percakapan kecilku dengan Naya.
Tentang berjuang dan memperjuangkan. Sepertinya, dua hal dalam satu ikatan ini tak terpisahkan (menurutku), karena apa? Karena dalam memperjuangkan bisa saja kita sedang diperjuangkan juga, atau bahkan yang lebih pahitnya kau berjuang sendiri mati-matian. Bagi banyak manusia, berjuang sendirian, banyak sekali hal pahit untuk dijadikan pelajaran. Salah satunya menghargai perasaan orang lain. Untuk tidak memberikan hal-hal yang memang pada akhirnya tidak bisa kau capai. Untuk tidak menciptakan hal-hal yang justru tidak bisa kau berikan hasilnya. Yang pada akhirnya hanya doalah yang mampu mencairkan segala kecemasan yang ada dalam hati.
Benarkah demikian?
Iya, kita hanya perlu memperbaiki diri untuk menjadi orang yang lebih baik. Memantaskan diri, adalah satu hal yang perlu diketahui bahwa berjuang sendirian tak pernah menyenangkan tapi dibalik itu ada poin-poin penting yang harus kita ambil ibrahnya. Malam ini aku memikirkan suatu hal yang sepertinya aku sendiri tak bisa mengejanya dengan baik. Ia adalah jodoh. Sebagai manusia dan sebagai perempuan aku tak bisa apa-apa, kujuga tak ingin menaruh harap apapun kepada makhluk-Nya. Kata orang di luar sana, jatuh cinta itu indah. Haa, apa benar? Bagiku jatuh cinta itu sakit, lebih baik membangun cinta dan rumah tangga.
Aku jadi ingat betul petuah ibu kala itu, "Nduk, jangan kamu menjadi manusia yang selalu mendongak ke langit, sesekali ada baiknya tunduk ke bumi karena hakikatnya hidup ini ibarat putaran roda. Ada kalanya kita berada di atas namun akhirnya satu masa akan ke bawah juga. Jangan sombong karena manusia akan dihormati sebab kerendahan diri bukan pangkat dan derajat".
"Sebagai perempuan, kamu ingin berjuang atau diperjuangkan?", beberapa pertanyaan yang muncul dibenakku akhir-akhir ini. Lelah rasanya jika diri ini selalu berjuang, berjuang sendiri, iya, hanya sendiri. Ada kisah yang harus dituntaskan bersama, kita berjuang bersama. Katamu, "kenangan itu bukan milik aku, kamu, atau kita, melainkan takdirlah yang memilikinya". Jika demikian, apakah kamu tidak ingin kita menakdirkan dan memilih takdir menulis kisah kita sebagai kenangan? (jawablah dengan doa saja).
Untukmu, calon imamku, mari sama-sama memperbaiki diri. Semoga kita senantiasa dipertemukan di waktu yang tepat, dan kita percaya jika semua kisah akan indah pada waktunya.
Komentar
Posting Komentar